Langganan:
Posting Komentar (Atom)
*)Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol
Fenomena alam yang berobah-obah mungkin sebagai peringatan Tuhan bagi dunia. Seorang penulis Antony Milne menyebutnya ‘dunia diambang kepunahan’ sebab ozon makin menipis sehingga tidak mampu menahan panas bumi. Hal ini dipicu karena ketidak-seimbangan menguras sumber alam yang berlebihan. Semua merinding, menangkalnya pun masih tarik ulur.
Amerika menyebut ‘acaman serius’, orang Prancis anggap ancaman paling wahid bagi kemanusiaan. Kemudian Jepang mencanangkan kampanye nasionalnya mengurangi emisi gas rumah kaca (CQ2) sebesar enam persen tahun 2010, tetapi sayang, China tetap mengotot membangun reaktor nuklir ke-II di Pusat Pembangkit Tenaga Nuklir, Tiawanwan yang menelan biaya US$ 3,3 miliar.
Sekjen PBB Ban Ki-moon gusar memikirkan ini. Pemanasan global menurutnya semakin jelas, terlihat tanda-tanda makin sering terlihat bencana, banjir, longsor. Secara kasat mata air terkontaminasi zat-zat beracun, udara kena polusi, gempa bumi di mana-mana, abrasi dan tsuname.
Negara-negara yang mempunyai hutan lindung pun tidak bisa melindunginya. Indonesia dengan luas hutan 120,37 juta Ha tetapi rusak 1,8 juta Ha per tahun. Costarika, Malaysia, hutan Amazon di Brasil dan Papua Nugini tetap saja masih terjadi pembabatan, penebangan liar, kebakaran hutan. Padahal, hutan tersebut diharapkan menjadi paru-paru dunia. Jika hutan tersebut tidak bisa menstabilakan udara maka suhu bumi akan panas, pemukaan laut naik. Tanda-tanda makin jelas misalnya, di Tanjung Priok permukaan tanahnya tiap tahun naik, es di Kutub Utara akan makin meleleh.
Pengurasan sumber bumi yang berlebihan, padahal dinikmati segentir orang saja. Contohnya banyak perusahaan raksasa yang merusak lingkungan di negara ini, memperkaya cuil orang namun memiskinkan mayoritas rakyat.
Misalnya; Pertama, Penambangan timah di Bangka Belitung, merusak hutan 8.604 Ha. Kedua, Pasir sisa tailing di PT Freeport Indonesia (PT FI) mengandung 0,2% tembaga dan logam, mengakibatkan hutan sagu mati meranggkas dan Sungai Wanang terindikasi lumpur gysum dilategorik limbah B3 (limbah berancun). Ketiga, PT Indorayon Utama sekarang (TPL) di Sosor Ladang Porsea, Sumatera Utara akibat chilps (potongan—potongan kecil membuang limbah orgono chlorium dan hasil clilirin (C12) dan Natrion Sulfida (na 25) untuk menghasilkan lignin kayu tetapi limbahnya dibuang ke Sungai Asahan. Lucunya perusahaan milik Group Garuda Mas ini menguasai lebih 100 ribu Ha penguasan hak hutan di Tapanuli. Keempat, PT Allegrindo Nusantara (PT AN) mencemari Danau Toba dan merusak pertanian milik warga Simalungun dari limbah ternak babi. Lalu Kelima, Pembuangan limbah tailing melewati Batas Amdal oleh PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) yang melakukan penambangan emas di Desa Ratotok, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa. Akibat pembuangan limbah bahan yang beracun mengandung merkuri (Hg) sehingga warga di Teluk Buyat dampaknya masyarakat setempat mengalami berbagai penyakit.
Ajaran Mahatma Gandhi mengatakan bahwa “esensi dari agama adalah moralitas.” Rusak moral rusak manusianya. Demikian juga alam rusak karena pudarnya moralitas. Maka setidaknya peran agama perlu untuk pemulihannya. Sebab, hakekat semua agama mengajarkan memelihara alam.
Agama Islam mengakui seluruh alam semesta adalah ciptaan dan milik Tuhan. Allah menciptakan manusia unik, memberikan kemampuan berpikir, bahkan pilihan untuk pemberontakan melawan Allah. Manusia mempunyai kemampuan melindungi alam.
Penganut Buddha menyakini, bahwa semua kejadian alam adalah karma dan berbagai kejadian berkaitan satu sama lain, kebahagian serta penderitaan tidak terjadi begitu saja. Jadi tindakan manusia mengekploitasi alam mendatangkan karma baginya sendiri. Budhisme menolak perusakan alam.
Ajaran Hinduisme mempercayai, manusia dianggap sebagai bagian spiritual dan psikologi terkait dengan seluruh elemen pisik dan biologis yang menyusun lingkungan semua berbagai satu sama lain dan berada di bawah kekuataan spiritul yang sama. Hinduisme didasarkan pada penghargaan dan penghormatan akan kehidupan dan kesadaran bahwa semua makhluk, tumbuhan dan kekuatan alam tidak boleh lepas satu sama lain, karena menurut mereka, alam merupakan pernyataan keilahian. Dibuktikan pada banyak naskah Hindu. Semua makhluk mempunyai kekuasaan keilahian yang sama. Jadi, merusak alam harus dihilangkan.
Lalu, apa perspektif iman Kristen tentang perlindungan alam ini? Pemazmur mengajak umat manusia meninggikan Dia atas segala sesuatu dalam dunia ini. Allah adalah pencipta yang nampak dan yang tidak nampak yang ada di atas bumi dan di dalam bumi. Segala sesuatu yang diciptakanNya adalah baik, sungguh baik sangat baik dan tidak ada sesuatu yang diciptakan tanpa diperlukan, dan tidak ada sesuatu yang diperlukan yang tidak diciptakannya.
Dengan demikian penciptaan terhadap segala isi dunia dinyatakan dalam kerahasiaan yang ideal. Adanya saling ketergantungan, menunjukkan dan mencerminkan kebenaran, keindahan, kasih, kebaikan, kebijaksanaan, keagungan, kemuliaan dan kekuasan-Nya.
Alkitab menyebutnya dosa telah mengaburkan tujuan manusia diciptakan. Akibatnya dosa, terjadi ketidakrahasiaan pada alam. Itu sebabnya, Pemanasan Global; terjadi karena sikap manusia, kesenangan sendiri tanpa memikirkan orang lain. Ketidak-sebandingan pemiliharaan dan pemakaian sumber alam. Kerakusan manusia membawa pada Pemanasan Global yang tidak bisa diselamatkan hanya dengan konfrensi, seminar, apalagi wacana.
Barang kali apa yang dikatakan tokoh muda Islam Eep Saefullah Fatah mengatasi pemanasan global perlu ‘pertobatan nasional’. Hanya pertobatan total bisa menghadang musibah, dengan memulai dari diri sendiri. Misalnya, berbuat sekecil apapun peranan kita. Mengurangi penggunaan AC misalnya langkah kecil namun berdampak besar.
Belajar dari teladan dari seorang pastor Asisi (1182-1226)ia mempelopori perlindungan terhadap lingkungan hidup, lewat melestarikan alam dan hidup sederhana—menjauhkan sikap hedonisme dan konsumeris. Ia menikah dengan kemiskinan. Teguh menjaga ekosistim daripada mengeksploitasi. Alam untuk umat manusia universal, bukan untuk segelintir orang saja. Itu sebabnya ajakan Al Gore untuk meningkatkan kesadaraan terhadap ancaman ‘pemanasan global’ lewat buku dan filmnya, “Aninconvenient Truth” setidaknya perlu kita renungkan.
*) Penulis adalah peminat humaniora, tinggal di Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar