*) Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol
”Tjobalah kita mengambil salah satu tjontoh. Islam melarang kita makan daging babi, Islam juga melarang kita menghina kepada si miskin, makan haknya anak yatim, memfitnah orang lain, menjekutukan Tuhan jang Esa itu. Malahan jang belakangan ini dikatakan dosa jang terbesar, dosa datuknja dosa. Tetapi apa jang dilihat? Tjoba tuan menghina si miskin, makan haknya anak jatim, memfitnah orang lain, musrik di dalam tuan punja fikiran atau perbuatan,--maka banjak orang jang akan menundjuk kepada tuan makan daging babi, walau hanja sebesar bidji asam-pun dan seluruh dunia mengatakan tuan orang kafir. Inilah gambarnya djiwa Islam sekarang ini: terlalu mementingkan kulit sahadja, tidak mementingkan isi…” Bung Karno tanpa tendeng aling-aling sepertinya melecehkan umat Islam, walau sindiran namun mencelikkan mata bathin.
(dari Buku: “Dibawa Bendera Revolusi ” karangan Soekarno)
Kristen hau-hau (bhs Batak: ranting yang tak berguna) dalam Alkitab tegas mengajarkan yang tak berguna harus dipotong dan dibuang kedalam api. Artinya orang ling-lung tak punya arah, demikian pula praktek agama cukup berlabel KTP. Padahal sejatinya iman kristen harus jadi mercusuar dan penyedap rasa bagi dunia.
Iman Hau-hau menunjukkan iman belum dewasa. Bukti iman hau-hau nampak, ketika keadaan tertekan ia mudah panik, putus asa oleh keadaan. Ujung-ujungnya mencari panacea (obat muzarab) untuk menyenangkan diri—menjaga kenyamanan agar tak terusik.
Padahal banyak Tokoh-tokoh Kristen pada masa lalu untuk dijadikan teladan karena sikap iman juga keberanian mereka. Contohnya, Patimura di Ambon, memilih melawan penjajah daripada tunduk, walaupun beresiko. GSSJ Ratulangi atau lebih populer disebut Sam Ratulangi lebih memilih dipenjara Sukamiskin, Bandung dari pada kongkalikong pada Belanda, direkayasa kasus koropsi. SAE Nababan memilih melawan daripada tunduk pada campur tangan pemerintah terhadap HKBP.
Teologi Instant
Nampaknya Iman Hau-hau muncul akibat asupan makan instant menyesatkan. Ajaran nyelene membuat orang ter-otosugesti akan kesuksesan. Kalimat yang biasa kita dengar. “Berilah seratus maka Tuhan akan gandakan seribu kali lipat. Orang yang dipenuhi Roh Kudus dapat berbahasa lidah. Orang kristen tidak boleh miskin. Orang kristen tidak boleh sakit,” kata-kata ini sudah bukan rahasia lagi di gereja. Padahal,. Yesus mengajarkan memberi harus dengan sukacita—tanpa ada imbalan secara fisik.
Filsafat epistemologi memberikan pengertian apa itu tahu. Artinya pengetahuanya bisa ia pertanggung-jawabkan saat ke- iman-an ditanya. Itu sebabnya Ajaran-ajaran yang telah menimpang dari ajaran Kristus sejak dulu sudah ditolak oleh Bapak-bapak gereja , seperti Hilarius, Athanasius, Ambrosius dan Cyrillius.
Inilah yang dimaksud Dr. A.A. Yewangoe, dalam bukunya ‘Agama dan Kerukunan’ agama cenderung mirip ambigu. Membebaskan sekaligus memperbudak penganutnya. Hal yang sama dibeberkan seorang tokoh Katolik Sri Lanka bernama Aloysius Pieris mengatakan: agama dalam wajah psikologis, watak memperbudak agama terwujud dalam takhul, situalisme, dogmatisme dan transendentalisme. Sedangkan dalam wajahnya yang secara sosilogis memperbudak agama, agama cenderung mengabsahkan suatu struktur ‘status quo’ yang menindas. Di pihak lain, wajah agama yang secara psikologis membebaskan dapat dilihat dalam pembebasan bathin dan dosa (mamon, anti Allah naluri memeras). Apa yang dikatakan Pieres perlu direnungkan—tentang hidup spritualitas kita dalam praktek kehidupan sehari-hari.
*) Penulis adalah Mantan Ketua BPH Parnamas se-Jabodetabek dan Pengurus Alumni STT Doulos, tinggal di Jakarta. Ket; dipublikasikan di Majalah Narwastu dan website naipospos.com