Rabu, 18 Juni 2008

Kristen Hauhau

*) Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol

Salah satu artikel Soekarno tahun 1940 di Madjalah Pandji Islam terbitan Medan, berjudul “Islam Sontoloyo”. Artikel itu kemudian disatukan dalam buku “Dibawah Bendera Revolusi”. Islam Sontoloyo (baca; konyol) ditulis ketika Bung Karno---diasingkan ke Bengkulu. Di pengasingan selain mengajar di SD Muhammadiyah ia juga mendalami agama Islam. Karena kegundahan hatinya melihat perkembangan Islam, ia refleksikan lewat artikel mengkritik--Islam yang hanya memikirkan ibadah tok, dalam ejaan lama:

Tjobalah kita mengambil salah satu tjontoh. Islam melarang kita makan daging babi, Islam juga melarang kita menghina kepada si miskin, makan haknya anak yatim, memfitnah orang lain, menjekutukan Tuhan jang Esa itu. Malahan jang belakangan ini dikatakan dosa jang terbesar, dosa datuknja dosa. Tetapi apa jang dilihat? Tjoba tuan menghina si miskin, makan haknya anak jatim, memfitnah orang lain, musrik di dalam tuan punja fikiran atau perbuatan,--maka banjak orang jang akan menundjuk kepada tuan makan daging babi, walau hanja sebesar bidji asam-pun dan seluruh dunia mengatakan tuan orang kafir. Inilah gambarnya djiwa Islam sekarang ini: terlalu mementingkan kulit sahadja, tidak mementingkan isi…” Bung Karno tanpa tendeng aling-aling sepertinya melecehkan umat Islam, walau sindiran namun mencelikkan mata bathin.

(dari Buku: “Dibawa Bendera Revolusi ” karangan Soekarno)

Kristen hau-hau (bhs Batak: ranting yang tak berguna) dalam Alkitab tegas mengajarkan yang tak berguna harus dipotong dan dibuang kedalam api. Artinya orang ling-lung tak punya arah, demikian pula praktek agama cukup berlabel KTP. Padahal sejatinya iman kristen harus jadi mercusuar dan penyedap rasa bagi dunia.

Iman Hau-hau menunjukkan iman belum dewasa. Bukti iman hau-hau nampak, ketika keadaan tertekan ia mudah panik, putus asa oleh keadaan. Ujung-ujungnya mencari panacea (obat muzarab) untuk menyenangkan diri—menjaga kenyamanan agar tak terusik.

Zaman Orde Baru misalnya, gereja keliru hanya ABS terhadap penguasa Soeharto yang terkenal korup. Kekeliruan itu, ketika Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) pada 1998 mendatangi Soeharto untuk mempersembahkan uang dan emas, atas nama nasionalisme. Padahal kala itu mayoritas rakyat tidak lagi menyukai kepemimpinan Soeharto. Kesalahan terulang lagi serasa jatuh kelobang yang sama. Ketika Habibie presiden menggantikan Soeharto ia lengser akibat krisis moneter. Persekutuan Injili Indonesia (PII) datang sungkem meminta perlindungan, agar Habibie menjaga umat Kristen. Yang menarik adalah; kesetian dan loyalitas terhadap kekuasaan dibayar dengan berlindung pada kekuasaan, membeo “nerimo” saja.

Padahal banyak Tokoh-tokoh Kristen pada masa lalu untuk dijadikan teladan karena sikap iman juga keberanian mereka. Contohnya, Patimura di Ambon, memilih melawan penjajah daripada tunduk, walaupun beresiko. GSSJ Ratulangi atau lebih populer disebut Sam Ratulangi lebih memilih dipenjara Sukamiskin, Bandung dari pada kongkalikong pada Belanda, direkayasa kasus koropsi. SAE Nababan memilih melawan daripada tunduk pada campur tangan pemerintah terhadap HKBP.

Teologi Instant

Nampaknya Iman Hau-hau muncul akibat asupan makan instant menyesatkan. Ajaran nyelene membuat orang ter-otosugesti akan kesuksesan. Kalimat yang biasa kita dengar. “Berilah seratus maka Tuhan akan gandakan seribu kali lipat. Orang yang dipenuhi Roh Kudus dapat berbahasa lidah. Orang kristen tidak boleh miskin. Orang kristen tidak boleh sakit,” kata-kata ini sudah bukan rahasia lagi di gereja. Padahal,. Yesus mengajarkan memberi harus dengan sukacita—tanpa ada imbalan secara fisik.

Teologi sukses dianut orang Kristen hau-hau untuk mencari panacea. Dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa lidah. Ajaran yang benar adalah penderitaan sebagai imunisasi iman. Orang yang telah imun terhadap penyakit niscaya tidak mungkin kena penyakit.

Namun, Kristen sejati pasti menjijikkan semua ajaran instant tanpa melalui proses. Iman yang instant, teologi kesuksesan, dan praktek kesembuhan Ilahi yang terlalu mengagung-agungkan luar saja mengindikasikan Kristen Hau-hau. Beriman secara membabi-buta, tanpa tahu siapa yang diimani dan mengapa beriman.

Filsafat epistemologi memberikan pengertian apa itu tahu. Artinya pengetahuanya bisa ia pertanggung-jawabkan saat ke- iman-an ditanya. Itu sebabnya Ajaran-ajaran yang telah menimpang dari ajaran Kristus sejak dulu sudah ditolak oleh Bapak-bapak gereja , seperti Hilarius, Athanasius, Ambrosius dan Cyrillius.

Inilah yang dimaksud Dr. A.A. Yewangoe, dalam bukunya ‘Agama dan Kerukunan’ agama cenderung mirip ambigu. Membebaskan sekaligus memperbudak penganutnya. Hal yang sama dibeberkan seorang tokoh Katolik Sri Lanka bernama Aloysius Pieris mengatakan: agama dalam wajah psikologis, watak memperbudak agama terwujud dalam takhul, situalisme, dogmatisme dan transendentalisme. Sedangkan dalam wajahnya yang secara sosilogis memperbudak agama, agama cenderung mengabsahkan suatu struktur ‘status quo’ yang menindas. Di pihak lain, wajah agama yang secara psikologis membebaskan dapat dilihat dalam pembebasan bathin dan dosa (mamon, anti Allah naluri memeras). Apa yang dikatakan Pieres perlu direnungkan—tentang hidup spritualitas kita dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Salah satu pokok ajaran Karl Marx (1818-1883) walau harus ditolak karena ia melihat dari sudut ateis, namum perlu dianalisa “Agama itu candu (opium) rakyat” menurut Marx candu berarti ketagihan. Akibat ketagihan orang selalu ingin dan ingin lagi. Jika hasratnya tidak tersalurkan, ada rasa tidak enak “sakau” di hati yang mendorongnya menghalalkan segala cara demi mendapatkan keinginannya. Persis keterikatan narkoba—walaupun dalam rehabilitas masih saja ingin dan ingin lagi—indikasinya terlihat pada hidup berjemaat orang yang tak puas di gereja A akan pergi ke gereja B kalau belum puas juga meloncat lagi ke gereja C. Beberan Marx tentang agama menyimpulkan bahwa agama menjadi candu perlu dikritisi. Artinya Kristen Hau-hau adalah sebuah sindiran bagi orang yang tak mau melewat proses.

*) Penulis adalah Mantan Ketua BPH Parnamas se-Jabodetabek dan Pengurus Alumni STT Doulos, tinggal di Jakarta. Ket; dipublikasikan di Majalah Narwastu dan website naipospos.com

DEMOKRASI DAN KEBEBASAN BERAGAMA


Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol, S.Th *)

Indonesia adalah negara yang tergolong demokrasi soal kebebasan beragama. Terbukti, Departemen Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan isi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Pasal tersebut berbunyi, ayat (1) Negara berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa, ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam UUD 1945 pasal 29 tercantum kalimat “agamanya dan kepercayaannya itu”. Menurut kaidah bahasa Indonesia dan berdasarkan penjelasan Bung Hatta bahwa kata-kata “itu” di belakang kata “kepercayaan” dalam pasal tersebut menunjukkan makna kesatuan di antara agama dengan kepercayaan.

Namun yang terjadi hidup beragama masih diwarnai dengan berbagai tindakan radikalisme, kurang toleransi---muncul dalam bentuk aksi-aksi kekerasan massa. Ambil contoh, pembakaran Yayasan Doulos sampai hari ini tidak pernah disidangkan, atau kekerasaan terhadap pendeta HKBP di Rajek, Tangerang beberapa waktu lampau tidak jelas keadilan pemerintah. Di tingkat masyarakat, terjadi pembrondongan terhadap kebebasan beragama karena fanatisme yang mengharamkan pluralisme. Dan menghalalkan penutupan dan pengrusakkan rumah ibadah. Herannya, kasus-kasus seperti ini selalu dipetieskan. Yang berarti demokrasi belum berdiri tegak di santero Nusantara. Padahal, hak menganut dan mendirikan ibadah adalah hak hakiki yang dijamin undang-undang.

Perubahan SKB Dua Menteri diganti dengan Peraturan Bersama (Perber) pun tidak memberikan solusi, malah menyuburkan perusakan rumah ibadah. Gejala lain yang juga mengganggu prinsip (demokrasi) kebebasan beragama adalah dikeluarkan-nya apa yang disebut perda-perda syariah, mengharusan bagi pegawai perempuan pemerintah daerah untuk memakai jilbab. Kasus di beberapa daerah menjadi sumber konflik. Di Sumatera Barat misalnya, siswi Kristen disuruh pakai kerudung. Masalahnya bukan anti peraturan, melainkan peraturan produk kebudayaan Arab tidak bisa dipakai, di Indonesia yang berdasarkan masyarakat majemuk.

Jacques Rousseau, seorang satrawan dan filsuf Prancis (1712-1778). Menurut Rousseau, ketika pertama kali lahir, manusia dalam keadaan baik. Namun setelah bermasyarakat ia menjadi jahat karena ada persaingan, percekcokan dan lainnya. Untuk mengembalikan pada keadaan baik dan damai, maka harus ada kesepakatan bersama untuk mengatur kehidupan bersama. Kesepakatan bersama terjadi jika setiap orang menyerahkan pribadinya dan seluruh kekuatannya bersama-sama dengan yang lain di bawah pedoman tertinggi dari kehendak umum; pada tubuh manusia, kita menganggap setiap organ adalah bagian yang tak terpisahkan dari organ lainnya secara keseluruhan. Demikian pula demokrasi, kebebasan semua orang adalah keputusan dari suara terbanyak yang mencerminkan demokrasi. Sebaliknya kebebasan seseorang tidak mencerminkan kehendak umum. Walau kebebasan pribadi harus dihargai negara demokrasi. Maka, disinilah pentingnya toleransi umat beragama. Fanatisme terhadap kepercayaan pribadi tidak bisa dipaksakan pada orang lain.

Demokrasi Absurd

Kasus massa menghakimi ustad di Kota Malang, Jawa Timur karena diduga menyebarkan kesesatan, massa merusak kantor organisasi keagamaannya. Kelompok tertentu ingin memaksakan kehendak sendiri. Atau kasus Ahmad Musaddeq alias Abdussalam, pria yang mengklaim nabi ini diancam hukuman atas pelanggaran pasal 156 huruf a KUHP selama menyebarkan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Musaddeq dijerat dakwaan penodaan agama. Sebelum membentuk aliran, Musaddeq bertapa selama 40 hari 40 malam di Gunung Bunder, Pamijahan, Bogor. Usai bertapa, pada 23 Juli 2006, Musaddeq mengikrarkan diri gelar ”Al-Masih Al-Mawud” alias juru selamat yang dijanjikan. Sebenarnya dia bukan menyakiti umat Muslim saja, tetapi juga melecehkan umat Kristen. Namun menurut penulis, tak jadi soal--- Ahmad Musaddeq bilang apa, yang bertanggung jawab adalah dia sendiri. Demi demokrasi harus diterima. Demokrasi memang absurd. Demokrasi seperti setan yang baik yang harus dijaga.

Ini berarti kebebasan tersebut mencakup penyiaran agama. Itu semua merupakan konsekuensi menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) dari kencenderungan masyarakat Indonesia yang tergolong religius. Sebab, kebebasan beragama adalah hak asasi paling hakiki manusia. HAM adalah hak yang melekat pada setiap orang dan tidak merupakan pemberian siapa pun, termasuk negara. Apabila negara telah mengakui dan melindungi HAM dalam konstitusi, maka soal HAM juga berarti bebas memeluk agama.

Karena itu, Negara wajib melindungi pemeluk agama. Karena itu, negara tidak boleh mentolerir pengrusakkan tempat ibadah. Negara harus menindak tanpa pandang bulu. Baik kekerasan yang mengatasnamakan agama dan pelanggaran HAM. Oleh sebab itu negara harus memiliki komitmen terhadap HAM. Maka pemerintah sebagai penyelengara negara harus mencegah dan menentang setiap pelanggaran hal-hal di atas. Karena penegakkan HAM salah satu fondasi dari pilar demokrasi. Dan, ketegasan negara sebagai pemilik otoritas--mengadili seadil-adilnya bagi mereka yang memaksakan kehendaknya terhadap agama lain. Hal ini harus direalisasikan negara, jika tidak penegakan HAM tidak pernah akan ada, atau malah tetap sebagai negara demokrasi abu-abu. Hak menganut agama merupakan kebebasan mengembangkan agamanya, bahkan mendirikan sekte (aliran) baru harus dilindungi negara. Karena itu, konsitusi negara harus menjamin Kebebasan Beragama untuk semua orang..

*) penulis adalah Pengurus Alumni Sekolah Tinggi Teologia Doulos Jakarta, peminat masalah-masalah sosial. Selain menulis dibeberapa website, dan melayani Kaum Muda. Penulis bisa ditemui e_mail; hotman_marluga@yahoo.co.id

Dari Ghandi oleh Luther untuk Kemanusian


*) Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol, S.Th

Beberapa bulan lalu terjadi bentrokkan antara polisi dengan etnis India dekat Menara Kembar Petronas, Malaysia. Akibat pemerintah tidak memberi ruang bagi warga minoritas (India) peluang ekonomi dan politik. Buntutnya berita regional tersebut menjadi berita internasional, dunia mengkritik diskriminasi rasial tersebut.

Sejak dulu isu rasial selalu mewarnai dunia. Meminjam kata Mahatma Ghandi, bagaimana manusia bisa menghargai orang lain kalau ia menindas yang lain. Perang manusia melawan manusia, akibatnya hak hakiki orang lain dilecehkan.

Meminjam suluk-suluk puisi Emha Ainun Nadjid; “Bubarkan kumpulan kami. Wahai para pecegat kedhaliman kalau perjuangan atas tegaknya hak asasi kemanusiaan. PinjamanMu itu ternyata karena aku dan kelompokKu sedang membutuhkannya untuk kami jual bagi kemenangan atas yang lain. Maka jangan segan-segan bubarkan kami.”

Mengingat kalimat Thomas Hobbes mengatakan, manusia adalah serigala bagi orang lain, manusia menjadi hanibal, manusia berubah menjadi chimera monstery yaitu sosok pribadi yang terbentuk manusia dan binatang sekaligus.

Barangkali inilah makanya rasial, pelanggaran HAM kerap terjadi di dunia. Tetapi dalam sejarah, setap jaman selalu pemimpin tampil membereskan pelanggaran itu. Dua tokoh HAM yang sudah lama menjadi inspirasi bagi jutaan orang. Adalah Mahatma Ghandi dan Martin Luther King jr.

Ghandi

Nama lengkapnya Mohandas Karamchand Ghandi. Ia lahir 2 Oktober 1868 di India. India adalah satu negara di Asia yang memiliki sejarah panjang perjuangan kemanusian. Setelah merdeka India mengalami banyak proses, lewat pembaharuan ekonomi. Sekarang negara ini menjadi macan Asia. Negara ini merupakan negara demokrasi kedua setelah Amerika Serikat. Ruang untuk hak azasi manusia terbuka lebar disana.

Tentu tidak lepas dari peran Ghandi. Gerakannya disusun pada buku yang dia tulis berjudul “civil disobedience” yang berarti pembangkangan sipil melawan tanpa kekerasaan. Buku kemudian booming dan dibaca setelah 75 tahun diterbitkan. Ghandi ditembak seorang penganut pemuda Hindui radikal. Ketika ajal menjemput kata-kata yang terucap “hey Rama” yang artinya oh Tuhan, menunjukkan ia dekat dengan tuhannya.

Ghandi membangun simbol-simbol perlawanannya dengan Satyagraha, satu sistim perlawanan terhadap hirarki penjajah tanpa kekerasaan. Dipraktekkan pada dua negara Arika Selatan dan India. Keberaniannya tidak perlu diraguakan lagi, menganjar moncong senjata tanpa senjata. Membuat baju sendiri melawan industri tekstil kapitalis Inggris. Ia mempermalukan lawan bukan dengan kekerasan tetapi dengan damai.

Tindakan dipengaruhi Injil. Ia belajar otodidak, tentang kotbah Yesus di bukit, merenung jalan salib (Via Dolorosa) yang dilalui Yesus. Padahal Ghandi bukan seorang Kristen. Tetapi Injil salah satunya harta yang berharga milikinya.

Dari prinsip filsafat Hinduisme, ia meramu semboyangnya Aparigraha sikap yang tidak memiliki hedonisme. Bahagwa Gita; setiap orang tidak merasa tergangu oleh baik buruknya hidup, baik kala duka dan susah. Lalu, ajaran Ahihamasa berarti bertindak tanpa kekerasan terhadap segala kehidupan; adalah sesuai prinsip besar dan Hidusnisme. Dibuktikan dengan demo di India hartal atau mogok tanpa kekerasaan.

Ghandi jelas pejuang HAM tanpa kekerasan. Dan menjadi inspirasi bagi para aktivis dan tokoh demokrasi yang anti-rasisme. Termasuk diantaranya Nelson Mandela, Jhon Lennon, Martin Luther King jr.

LutherLuther adalah murid diam-diam Ghandi. Ghandi terinspirasi Yesus dan Luther diinspirasi Ghandi. Asal-usul kakek-moyangnya berasal dari Afrika Selatan negara terkaya di Afrika, 40% berada di Afrika Selatan yang berpusat di Johannesburg itu.

Namun negara ini pun memiliki pengalaman panjang tentang kemanusaian, dan isu rasial. Dulu, orang kulit hitam selalu mengalami diskriminasi, pertentang suku-suku yang selalu ditutuptutupi. Tahun 1888 ratusan ribu suku Buntu meninggalkan Afrika Selatan dan gereja kulit putih karena mengalami diskriminasi. Dipekirakan sebagian ke Amerika Serikat.

Sejarah India dan Amerika hampir sama. Walaupun tidak bisa disamakan seperti kata Mohammad Hatta dalam buku Pengantar Ke Jalan Ekonomi Sosiologi, tiap-tiap negeri mempunyai sejarah sendiri, yang berlainan dengan sejarah negeri lain. Tiap-tiap masa banyak coraknya, sehingga sejarah tidak dapat memberikan lukisan yang umum sifatnya. Tetapi pertautan perjuangan mereka hampir sama, walaupun jelas berbeda. Ghandi melawan penjajah, Luter melawan perbudakan. Kesamaanya, mereka sama-sama berjuang untuk HAM tanpa kekerasaan.

Dulu pun, di Amerika Serikat etnis negro dianggap kaum budak. Hal tersebut dialami kakek dan ayah Luther, meskipun pendeta Baptis. Ia lahir dengan nama Michael Martin Luther King jr.

Semangat perlawanan itu berkobar tak kala ia duduk di bus, Luther ditendang seorang penumpang kulit putih yang merasa haknyalah yang duduk. Semua penumpang membela si kulit putih. Sejak saat itulah benih melawan rasialisme berkobar, menyerukan revolusi perlawanan untuk keberadapan manusia.

Sebagai pendeta, di setiap kotbah-nya Luther mendengungkan nilai-nilai kemanusiaan atas keadilan atas mereka, dan kesetaraan ras.

Kotbahnya mengerakkan massa. Kata-kata “I Have a Dream” saya punya mimpi satu saat nanti keempat anakku akan duduk bersama dengan para teman-temannya kulit putih tanpa ada diskriminasi warna kulit. Hal itu dikatakan dihadapan 250.000 orang. Dan membuat massa demo bergerak menentang rasis.

Tragedi terjadi, ketika di balkon Lorraine Motel untuk menyerukan perlawanan, Luther ditembak James Earl Ray persis dibagian kerongkongan. Akhirnya, ia meninggal di Rumah Sakit St. Joseph pada tanggal 4 April 1968. Presiden Lyndon B. Jhonson seketika menyerukan berkabung nasional untuk Amerika Serikat. Dan tanggal 2 November 1986 ditetapkan sebagai hari Martin Luther dan libur nasional di mana tanggal dan bulan itu ia dilahirkan.

Itulah, pembawa damai, tidak enak dan selalu menjadi tumbal. Tetapi pembawa damai selalu menang dimana pun. Apa yang dilakukan Ghandi dan Luther melakukan perlawanan tanpa kekerasan menjadi sebuah fenomena. Fenomena karena tidak banyak seperti mereka, orang rata-rata berjuang untuk kepentingan diri sendiri. Namun untuk mati sahid hanya mereka yang menjadi pilihan yang mampu.

*)Penulis, peminat masalah-masalah sosial. Ketua Kepemudaan Marbun se-Bekasi, Jawa Barat.

www.blogger.com