Rabu, 18 Juni 2008

Dari Ghandi oleh Luther untuk Kemanusian


*) Oleh Hotman Jonathan Lumbangaol, S.Th

Beberapa bulan lalu terjadi bentrokkan antara polisi dengan etnis India dekat Menara Kembar Petronas, Malaysia. Akibat pemerintah tidak memberi ruang bagi warga minoritas (India) peluang ekonomi dan politik. Buntutnya berita regional tersebut menjadi berita internasional, dunia mengkritik diskriminasi rasial tersebut.

Sejak dulu isu rasial selalu mewarnai dunia. Meminjam kata Mahatma Ghandi, bagaimana manusia bisa menghargai orang lain kalau ia menindas yang lain. Perang manusia melawan manusia, akibatnya hak hakiki orang lain dilecehkan.

Meminjam suluk-suluk puisi Emha Ainun Nadjid; “Bubarkan kumpulan kami. Wahai para pecegat kedhaliman kalau perjuangan atas tegaknya hak asasi kemanusiaan. PinjamanMu itu ternyata karena aku dan kelompokKu sedang membutuhkannya untuk kami jual bagi kemenangan atas yang lain. Maka jangan segan-segan bubarkan kami.”

Mengingat kalimat Thomas Hobbes mengatakan, manusia adalah serigala bagi orang lain, manusia menjadi hanibal, manusia berubah menjadi chimera monstery yaitu sosok pribadi yang terbentuk manusia dan binatang sekaligus.

Barangkali inilah makanya rasial, pelanggaran HAM kerap terjadi di dunia. Tetapi dalam sejarah, setap jaman selalu pemimpin tampil membereskan pelanggaran itu. Dua tokoh HAM yang sudah lama menjadi inspirasi bagi jutaan orang. Adalah Mahatma Ghandi dan Martin Luther King jr.

Ghandi

Nama lengkapnya Mohandas Karamchand Ghandi. Ia lahir 2 Oktober 1868 di India. India adalah satu negara di Asia yang memiliki sejarah panjang perjuangan kemanusian. Setelah merdeka India mengalami banyak proses, lewat pembaharuan ekonomi. Sekarang negara ini menjadi macan Asia. Negara ini merupakan negara demokrasi kedua setelah Amerika Serikat. Ruang untuk hak azasi manusia terbuka lebar disana.

Tentu tidak lepas dari peran Ghandi. Gerakannya disusun pada buku yang dia tulis berjudul “civil disobedience” yang berarti pembangkangan sipil melawan tanpa kekerasaan. Buku kemudian booming dan dibaca setelah 75 tahun diterbitkan. Ghandi ditembak seorang penganut pemuda Hindui radikal. Ketika ajal menjemput kata-kata yang terucap “hey Rama” yang artinya oh Tuhan, menunjukkan ia dekat dengan tuhannya.

Ghandi membangun simbol-simbol perlawanannya dengan Satyagraha, satu sistim perlawanan terhadap hirarki penjajah tanpa kekerasaan. Dipraktekkan pada dua negara Arika Selatan dan India. Keberaniannya tidak perlu diraguakan lagi, menganjar moncong senjata tanpa senjata. Membuat baju sendiri melawan industri tekstil kapitalis Inggris. Ia mempermalukan lawan bukan dengan kekerasan tetapi dengan damai.

Tindakan dipengaruhi Injil. Ia belajar otodidak, tentang kotbah Yesus di bukit, merenung jalan salib (Via Dolorosa) yang dilalui Yesus. Padahal Ghandi bukan seorang Kristen. Tetapi Injil salah satunya harta yang berharga milikinya.

Dari prinsip filsafat Hinduisme, ia meramu semboyangnya Aparigraha sikap yang tidak memiliki hedonisme. Bahagwa Gita; setiap orang tidak merasa tergangu oleh baik buruknya hidup, baik kala duka dan susah. Lalu, ajaran Ahihamasa berarti bertindak tanpa kekerasan terhadap segala kehidupan; adalah sesuai prinsip besar dan Hidusnisme. Dibuktikan dengan demo di India hartal atau mogok tanpa kekerasaan.

Ghandi jelas pejuang HAM tanpa kekerasan. Dan menjadi inspirasi bagi para aktivis dan tokoh demokrasi yang anti-rasisme. Termasuk diantaranya Nelson Mandela, Jhon Lennon, Martin Luther King jr.

LutherLuther adalah murid diam-diam Ghandi. Ghandi terinspirasi Yesus dan Luther diinspirasi Ghandi. Asal-usul kakek-moyangnya berasal dari Afrika Selatan negara terkaya di Afrika, 40% berada di Afrika Selatan yang berpusat di Johannesburg itu.

Namun negara ini pun memiliki pengalaman panjang tentang kemanusaian, dan isu rasial. Dulu, orang kulit hitam selalu mengalami diskriminasi, pertentang suku-suku yang selalu ditutuptutupi. Tahun 1888 ratusan ribu suku Buntu meninggalkan Afrika Selatan dan gereja kulit putih karena mengalami diskriminasi. Dipekirakan sebagian ke Amerika Serikat.

Sejarah India dan Amerika hampir sama. Walaupun tidak bisa disamakan seperti kata Mohammad Hatta dalam buku Pengantar Ke Jalan Ekonomi Sosiologi, tiap-tiap negeri mempunyai sejarah sendiri, yang berlainan dengan sejarah negeri lain. Tiap-tiap masa banyak coraknya, sehingga sejarah tidak dapat memberikan lukisan yang umum sifatnya. Tetapi pertautan perjuangan mereka hampir sama, walaupun jelas berbeda. Ghandi melawan penjajah, Luter melawan perbudakan. Kesamaanya, mereka sama-sama berjuang untuk HAM tanpa kekerasaan.

Dulu pun, di Amerika Serikat etnis negro dianggap kaum budak. Hal tersebut dialami kakek dan ayah Luther, meskipun pendeta Baptis. Ia lahir dengan nama Michael Martin Luther King jr.

Semangat perlawanan itu berkobar tak kala ia duduk di bus, Luther ditendang seorang penumpang kulit putih yang merasa haknyalah yang duduk. Semua penumpang membela si kulit putih. Sejak saat itulah benih melawan rasialisme berkobar, menyerukan revolusi perlawanan untuk keberadapan manusia.

Sebagai pendeta, di setiap kotbah-nya Luther mendengungkan nilai-nilai kemanusiaan atas keadilan atas mereka, dan kesetaraan ras.

Kotbahnya mengerakkan massa. Kata-kata “I Have a Dream” saya punya mimpi satu saat nanti keempat anakku akan duduk bersama dengan para teman-temannya kulit putih tanpa ada diskriminasi warna kulit. Hal itu dikatakan dihadapan 250.000 orang. Dan membuat massa demo bergerak menentang rasis.

Tragedi terjadi, ketika di balkon Lorraine Motel untuk menyerukan perlawanan, Luther ditembak James Earl Ray persis dibagian kerongkongan. Akhirnya, ia meninggal di Rumah Sakit St. Joseph pada tanggal 4 April 1968. Presiden Lyndon B. Jhonson seketika menyerukan berkabung nasional untuk Amerika Serikat. Dan tanggal 2 November 1986 ditetapkan sebagai hari Martin Luther dan libur nasional di mana tanggal dan bulan itu ia dilahirkan.

Itulah, pembawa damai, tidak enak dan selalu menjadi tumbal. Tetapi pembawa damai selalu menang dimana pun. Apa yang dilakukan Ghandi dan Luther melakukan perlawanan tanpa kekerasan menjadi sebuah fenomena. Fenomena karena tidak banyak seperti mereka, orang rata-rata berjuang untuk kepentingan diri sendiri. Namun untuk mati sahid hanya mereka yang menjadi pilihan yang mampu.

*)Penulis, peminat masalah-masalah sosial. Ketua Kepemudaan Marbun se-Bekasi, Jawa Barat.

Tidak ada komentar: